Jumat, 09 November 2012


LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KELUARGA DENGAN TB PARU



Disusun Oleh :
Muhammad Nursaid
10.9.1.32









FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN MATARAM
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN ANGKATAN 2010



KONSEP DASAR
TUBERKULOSIS PARU
A.  PENGERTIAN
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) kedalam paru-paru, kemudian kuman tersebut menyebar dari paru-paru ke organ yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 1998).
Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Basil Tahan Asam (BTA). Walaupun TBC dapat menyerang berbagai organ tubuh, namun kuman ini paling sering menyerang organ paru (www.kompas.com). Menutut Smeltzer (2001) Tuberkulasis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat pula ditularkan ke bagian tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.

B.  ETIOLOGI
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman lain yang dapat menyebabkan TBC adalah Mycobacterium bovis dan M. Africanus (www.tempointeraktif.com). Kuman Mycobacterium tuberculosis adalah kuman berbentuk batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smeltzer, 2001:584)
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membentuk kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini teradi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi (Bahar,1999:715).
Sifat lain kuman ini adalah aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang lebih tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada daerah apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat prediksi penyakit tuberkulosis.
Kuman TBC menyebar melalui udara (batuk, tertawa, dan bersin) dan melepaskan droplet. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman, akan tetapi kuman dapat hidup beberapa jam dalam keadaan gelap (www.tempointeraktif.com).

C.  PATOFISIOLOGI
1.Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer ialah penyakit TB yang timbul dalam lima tahun pertama setelah terjadi infeksi basil TB untuk pertama kalinya (infeksi primer) (STYBLO,1978 dikutip oleh Danusantoso,2000:102).
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet dalam udara. Partikrl infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1- 2jam. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini dapat terhisap oleh orang sehat ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Bila menetap di jarigan paru, akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer dan dapat terjadi di semua bagian jaringan paru.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesarang kelenjar getah bening hilus (limfangitis regional) yang menyebabkan terjadinya kompleks primer.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
a.       Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
b.      Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (kerusakan jaringan paru).
c.       Berkomplikasi dan menyebar secara :
1)      Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
2)      Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
3)      Secara linfogen, ke organ tubuh lainnya.
4)      Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya (Bahar, 1999:716)
2.Tuberkulosis Post-Primer (Sekunder)
Adalah kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-primer). Hal ini dipengaruhi penurunan daya tahan tubuh atau status gizi yang buruk. Tuberkulosis pasca primer ditandai dengan adanya kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang dini di regio atas paru-paru. Sarang dini nini awalnya juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Tergantung dari jenis kuman, virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini dapat menjadi :
a.       Diresorbsi kembali tanpa menimbulkan cacat
b.      Sarang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sebukan jaringan fibrosis
c.       Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek membentuk jaringan keju
d.      Bila tidak mendapat pengobatan yang tepat penyakit ini dapat berkembang biak dan merusak jaringan paru lain atau menyebar ke organ tubuh lain (Bahar, 1999:716)





D.  PATHWAYS TUBERKULOSIS
 











































E.  MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala yang sering ditemui pada tuberkulosis adalah batuk yang tidak spesifik tetapi progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih dan tidak ada dahak. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Selain gejala batuk disertai dengan gejala dan tanda lain seperti tersebut di bawah ini :
1.      Demam. Terjadi lebih dari sebulan, biasanya pada pagi hari.
2.      Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan.
3.      Keringat malam hari tanpa kegiatan.
4.      Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah berlanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
5.      Nyeri dada. Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Gejala ii jarang ditemukan.
6.      Kelelahan.
7.      batuk darah atau dahak bercampur darah (Bahar,1999:719)

F.   KLISIFIKASI TUBERKULOSIS
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah :
1.      TB paru : sputum BTA (+)
2.      TB paru tersangka : sputum BTA (-) dengan klinis dan radiologis (+)
3.      Bekas TB paru : riwayat obat anti tuberkulosis (OAT) adekuat dengan sputum (-), klinis (-), radiologis menetap (www.tempointeraktif.com)
Menurut Bahar (1996) klisifikasi TB paru yaitu :
1.      TB paru
2.      Bekas TB paru
3.      TB tersangka, yang terbagi dalam :
a.       TB paru tersangka yang diobati : sputum BTA (-), tapi tanda-tanda lain (+)
b.      TB paru tersangka yang tidak diobati : sputum BTA (-) dan tanda-tanda lain juga meragukan.
G.  PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia gambaran radiologis adalah berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak tegas. Bila telah berlanjut, bercak-bercak awan jadi lebih padat dan batasnya jadi lebih jelas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat akan terlihat bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan nema tuberkuloma.
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberkulosa lebih lanjut) seperti infiltrat + garis-garis fibrotik + klasifikasi + kavitas (sklerotik/nonsklerotik). Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, sehingga dikatakan ”tuberkulosis is the greatest imitator”(Bahar, 1996:719)
Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan gambarang yang bermacam-macam dan tidak dapat dijadikan gambaran diagnostik yang absolut dari tuberkulosis (www.kompas.com).
2.      Pemeriksaan Laboratorium
a.       Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah yang diperiksa adalah jumlah leukosit dan limfosit yang meningkat pada saat tuberkulosis mulai (aktif). Pada pemeriksaan Laju Endap Darah mengalami peningkatan, tapi Lju Endap Daanh yang normal bukan berarti menyingkirkan adanya proses tuberkulosis. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit mulai normaldan jumlah limfosit masih tetap tinggi dan Laju Endap Darah mulai turun ke arah normal lagi (Bahar,1996:719).l
b.      Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA diagnosis tuberkulosis sudah bisa dipastikan. Penemuan adanya BTA pada dahak, bilasan bronkus, bilasan lambung cairan pleura atau jaringan paru adalah sangat penting untuk mendiagnosa TBC paru.
Pemeriksaan dahak dilakukan tiga kali yaitu : dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu berkunjung hari kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu pisitif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu di ulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif, sedangkan bila tiga kali negatif dikatakan mikroskopik BTA negatif. Untuk memastikan jenis kuman yang menginfeksi perlu diakukan pemeriksaan biakan / kultur kuman atau biakan yang diambil (Depkes RI,1998).
c.       Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1cc tuberkulin PPD (Purified Protein Derivate) intra cutan. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntukkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan antigen tuberkulin.
Hasil tes mentoux dibagi dalam :
1)      Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negative
2)      Indurasi 6-9 mm                         : hasil meragukan
3)      Indurasi 10-15 mm                     : hasil mantoux positive
4)      Indurasi lebih dari 16 mm          : hasil mantoux positif kuat
Biasanya hampir seluruh penderita memberikan reaksi mantoux yamg positif (99,8%) Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada positif palsu (Bahar,1996:721).





H.  PENATALAKSANAAN
1.      Pengobatan TBC paru
Tujuan pemberian obat pada penderita tuberkulosis paru yaitu; untuk menyembuhkan, mencegah kematian dan kekambuhan (www.kompas.kom). Obat yang sekarang digunakan adalah Fix Drugs Combination (FDC) 4 obat ini merupakan obat baru yang memiliki kandungan sama dengan obat lama yaitu; Rivampisin,Isoniazid (INH), Etambutol, dan Pyrazinamid. Dengan adanya obat FDC 4 ini penderita hanya cukup satu butir saja. Menurut Endang Nuraini (2002), dengan model pengobatan lama, yaitu dengan banyaknya obat yang harus dikonsumsi, tingkat kegagalan penyembuhan sangat tinggi. Sebab, banyak obat yang dikonsumsi menimbulkan beberapa efek samping yaitu; mual, pusing, diare. Akibatnya, banyak penderita yang menghentikan konsumsi obat. Prinsip di dalam penyembuhan penyakit TBC adalah kerajinan minum obat (www.depkes.com).
Dalam pembarian obat ada beberapa macam cara pengobatan :
a.          Pengobatan untuk penderita aktif selama 6 bualan, dilakukan dua tahap yaitu:
-        Tahap awal : obat diminum tiap hari, lama pengobatan 2 tahun 3 bulan tergantung berat ringannya penyakit.
-        Obat lanjutan : diminum 3 kali seminggu lama pengobatan 4 atau 5 bulan tergantung berat ringannya penyakit.
b.      Pengobatan untuk penderita kambuhan atau gagal pada pengobatan pertama yang dilakukan selama 8 bulan, yaitu :
-        Obat diminum setiap hari selama 3 bulan
-        Suntikan Streptomicyn setiap hari selama 2 bulan
-        Obat diminum 3 kali seminggu selama 5 bulan
(Depkes RI, 2001).
Untuk keberhasilan pengobatan, oleh badan kesehatan dunia (WHO) dilakukan strategi DOTS (Dyrecly Observed Treatment Shortcourse). Strategi ini merupakan yang paling efektif untuk mengontrol pengobatan tuberkulosis (www.sinarharapan.com).
Lima langkah strategi DOTS adalah dukungan dari semua kalangan, semua orang yang batuk dalam tiga minggu harus diperiksa dahaknya, harus ada obat yang disiapkan oleh pemerintah, pengobatan harus dipantau selama enam bulan oleh Pengawas Minum Obat dan ada sistem pencatatan/pelaporan.
2.      Perawatan bagi penderita TBC
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberkulosis adalah :
-           Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat penderita yaitu keluarga.
-        Mengetahui adanya gejala samping obat dan rujuk bila diperlukan.
-        Mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang penderita.
-        Istirahat teratur minimal 8 jam perhari.
-        Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima, dan keenam.
-        Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik (Pepkes RI,1998)
3.      Pencegahan penularan TBC
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
-        Menutup mulut bila batuk.
-        Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah tertutup yang diberi lysol 5% atau kaleng yang berisi pasir 1/3 dan diberi lysol.
-        Makan makanan bergizi.
-        Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita.
-        Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik.
-        Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI,1998)

DAFTAR PUSTAKA

Carpenitto, L.J.(2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa, Monica Ester. Ed.8.Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth.J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa, Brahm.U.Pendit. Jakarta : EGC.

Danusantoso, Halim.(2000). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru.Jakarta : Hipokrates.

Depkes RI. (1998). Perawatan Kesehatan Masyarakat : Anduan Asuhan Keluarga dengan Kasus TB Paru, Kusta, Ibu Hamil Beresiko, Ibu Hamil Preeklamsi, Ibu Hamil Anemia, Balita KEP, Neonatal BBLR, Neonatal Beresiko, Tetanus Neonatorum.Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. (1998).Buku Pedoman Kader Kesehatan Paru. Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. (2001).Panduan Pengawas Menelan Obat TBC. Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TBC (online). Tersedia di: http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&taks=viewarticle&sid=407&itemid=2. (23 Juli 2005).

Erawati. Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TBC (online). Tersedia di: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/24/jateng/indo26.htm. ( 23 Juli 2005).

Long, C. Barbara. (1996). Perawatan Medikal Bedah 2. Terjemahan Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. Bandung : Yayasan IAPK Pajajaran.
Mahmoedin, Saharawati. Batuk Darah Tak Perlu Ditakuti (online). Tersedia di : http://www.tempointeraktif.com/2005/07/08/brk.20050708-62609.id.html.  (23 Juli 2005).

Rosjid, Imron. TBC (online). Tersedia di: http://www.nusaindah.tripod.com /kestbc.htm. (23 Juli 2005).

Smeltzer, Suzanne. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah – Brunner&Suddart. Alih Bahasa Agung Waluyo. Ed.8. Jakarta : EGC.

Soeparman, et.all. (1999). Ilmu Penyakit Dalam. Ed.3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.







Tidak ada komentar: