LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KELUARGA DENGAN TB PARU
Disusun Oleh :
Muhammad Nursaid
10.9.1.32
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN MATARAM
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN ANGKATAN 2010
KONSEP DASAR
TUBERKULOSIS PARU
A. PENGERTIAN
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun
menular yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium Tuberculosis). Kuman
tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan)
kedalam paru-paru, kemudian kuman tersebut menyebar dari paru-paru ke organ
yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran pernapasan
atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 1998).
Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Basil
Tahan Asam (BTA). Walaupun TBC dapat menyerang berbagai organ tubuh, namun
kuman ini paling sering menyerang organ paru (www.kompas.com). Menutut Smeltzer (2001)
Tuberkulasis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberkulosis dapat pula ditularkan ke bagian tubuh lainnya termasuk
meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
B. ETIOLOGI
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium
tuberculosis. Kuman lain yang dapat menyebabkan TBC adalah Mycobacterium bovis
dan M. Africanus (www.tempointeraktif.com). Kuman
Mycobacterium tuberculosis adalah kuman berbentuk batang aerobic tahan asam
yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet
(Smeltzer, 2001:584)
Sebagian
besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membentuk kuman
lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman dapat tahan hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini teradi karena kuman berada dalam
sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan tuberkulosis aktif lagi (Bahar,1999:715).
Sifat lain
kuman ini adalah aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang lebih tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada daerah apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat prediksi penyakit tuberkulosis.
Kuman TBC
menyebar melalui udara (batuk, tertawa, dan bersin) dan melepaskan droplet.
Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman, akan tetapi kuman dapat hidup
beberapa jam dalam keadaan gelap (www.tempointeraktif.com).
C.
PATOFISIOLOGI
1.Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis
primer ialah penyakit TB yang timbul dalam lima tahun pertama setelah terjadi
infeksi basil TB untuk pertama kalinya (infeksi primer) (STYBLO,1978 dikutip
oleh Danusantoso,2000:102).
Penularan
tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet dalam udara. Partikrl infeksi ini dapat menetap dalam udara
bebas selama 1- 2jam. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan
berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini dapat terhisap
oleh orang sehat ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Bila menetap
di jarigan paru, akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosa
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer dan dapat terjadi di
semua bagian jaringan paru.
Dari sarang primer
akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal)
dan juga diikuti pembesarang kelenjar getah bening hilus (limfangitis regional)
yang menyebabkan terjadinya kompleks primer.
Kompleks primer
ini selanjutnya dapat menjadi :
a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan
cacat.
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas
(kerusakan jaringan paru).
c. Berkomplikasi dan menyebar secara :
1) Per kontinuitatum, yakni menyebar ke
sekitarnya.
2) Secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama
sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
3) Secara linfogen, ke organ tubuh lainnya.
4) Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
(Bahar, 1999:716)
2.Tuberkulosis Post-Primer (Sekunder)
Adalah kuman yang
dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai
infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-primer). Hal ini
dipengaruhi penurunan daya tahan tubuh atau status gizi yang buruk.
Tuberkulosis pasca primer ditandai dengan adanya kerusakan paru yang luas
dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Tuberkulosis post-primer ini dimulai
dengan sarang dini di regio atas paru-paru. Sarang dini nini awalnya juga
berbentuk sarang pneumonia kecil. Tergantung dari jenis kuman, virulensinya dan
imunitas penderita, sarang dini ini dapat menjadi :
a. Diresorbsi kembali tanpa menimbulkan cacat
b. Sarang mula-mula meluas, tapi segera
menyembuh dengan sebukan jaringan fibrosis
c. Sarang dini yang meluas dimana granuloma
berkembang menghancurkan jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis dan menjadi lembek membentuk jaringan keju
d. Bila tidak mendapat pengobatan yang tepat
penyakit ini dapat berkembang biak dan merusak jaringan paru lain atau menyebar
ke organ tubuh lain (Bahar, 1999:716)
D.
PATHWAYS TUBERKULOSIS
E.
MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan
gejala yang sering ditemui pada tuberkulosis adalah batuk yang tidak spesifik
tetapi progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih dan tidak ada dahak. Batuk
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Selain gejala batuk disertai dengan gejala dan tanda
lain seperti tersebut di bawah ini :
1. Demam. Terjadi lebih dari sebulan,
biasanya pada pagi hari.
2. Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat
badan.
3. Keringat malam hari tanpa kegiatan.
4. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit
yang sudah berlanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
5. Nyeri dada. Timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Gejala ii jarang
ditemukan.
6. Kelelahan.
7. batuk darah atau dahak bercampur darah
(Bahar,1999:719)
F.
KLISIFIKASI TUBERKULOSIS
Di Indonesia klasifikasi yang
banyak dipakai adalah :
1. TB paru : sputum BTA (+)
2. TB paru tersangka : sputum BTA (-) dengan
klinis dan radiologis (+)
3. Bekas TB paru : riwayat obat anti
tuberkulosis (OAT) adekuat dengan sputum (-), klinis (-), radiologis menetap (www.tempointeraktif.com)
Menurut Bahar (1996)
klisifikasi TB paru yaitu :
1. TB paru
2. Bekas TB paru
3. TB tersangka, yang terbagi dalam :
a. TB paru tersangka yang diobati : sputum
BTA (-), tapi tanda-tanda lain (+)
b. TB paru tersangka yang tidak diobati :
sputum BTA (-) dan tanda-tanda lain juga meragukan.
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan
radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis.
Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia gambaran
radiologis adalah berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak
tegas. Bila telah berlanjut, bercak-bercak awan jadi lebih padat dan batasnya
jadi lebih jelas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat akan terlihat bulatan
dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan nema tuberkuloma.
Pada satu foto
dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberkulosa
lebih lanjut) seperti infiltrat + garis-garis fibrotik + klasifikasi + kavitas
(sklerotik/nonsklerotik). Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang
aneh-aneh, sehingga dikatakan ”tuberkulosis is the greatest imitator”(Bahar,
1996:719)
Pemeriksaan
radiologis dapat menunjukkan gambarang yang bermacam-macam dan tidak dapat
dijadikan gambaran diagnostik yang absolut dari tuberkulosis (www.kompas.com).
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Pada
pemeriksaan darah yang diperiksa adalah jumlah leukosit dan limfosit yang
meningkat pada saat tuberkulosis mulai (aktif). Pada pemeriksaan Laju Endap
Darah mengalami peningkatan, tapi Lju Endap Daanh yang normal bukan berarti
menyingkirkan adanya proses tuberkulosis. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah
leukosit mulai normaldan jumlah limfosit masih tetap tinggi dan Laju Endap
Darah mulai turun ke arah normal lagi (Bahar,1996:719).l
b. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan
sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA diagnosis
tuberkulosis sudah bisa dipastikan. Penemuan adanya BTA pada dahak, bilasan
bronkus, bilasan lambung cairan pleura atau jaringan paru adalah sangat penting
untuk mendiagnosa TBC paru.
Pemeriksaan
dahak dilakukan tiga kali yaitu : dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak
sewaktu berkunjung hari kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA
positif. Bila satu pisitif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu di ulang
kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka
dikatakan mikroskopik BTA positif, sedangkan bila tiga kali negatif dikatakan
mikroskopik BTA negatif. Untuk memastikan jenis kuman yang menginfeksi perlu
diakukan pemeriksaan biakan / kultur kuman atau biakan yang diambil (Depkes
RI,1998).
c. Tes Tuberkulin
Biasanya
dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1cc tuberkulin PPD (Purified
Protein Derivate) intra cutan. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntukkan, akan
timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit
yakni persenyawaan antara antibody dan antigen tuberkulin.
Hasil tes mentoux dibagi dalam :
1)
Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negative
2)
Indurasi 6-9 mm :
hasil meragukan
3)
Indurasi 10-15 mm :
hasil mantoux positive
4) Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantoux positif kuat
Biasanya
hampir seluruh penderita memberikan reaksi mantoux yamg positif (99,8%)
Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pemberian BCG atau terinfeksi
dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada
positif palsu (Bahar,1996:721).
H.
PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan TBC paru
Tujuan pemberian
obat pada penderita tuberkulosis paru yaitu; untuk menyembuhkan, mencegah
kematian dan kekambuhan (www.kompas.kom). Obat yang sekarang
digunakan adalah Fix Drugs Combination (FDC) 4 obat ini merupakan obat baru
yang memiliki kandungan sama dengan obat lama yaitu; Rivampisin,Isoniazid
(INH), Etambutol, dan Pyrazinamid. Dengan adanya obat FDC 4 ini penderita hanya
cukup satu butir saja. Menurut Endang Nuraini (2002), dengan model pengobatan
lama, yaitu dengan banyaknya obat yang harus dikonsumsi, tingkat kegagalan
penyembuhan sangat tinggi. Sebab, banyak obat yang dikonsumsi menimbulkan
beberapa efek samping yaitu; mual, pusing, diare. Akibatnya, banyak penderita
yang menghentikan konsumsi obat. Prinsip di dalam penyembuhan penyakit TBC
adalah kerajinan minum obat (www.depkes.com).
Dalam pembarian obat
ada beberapa macam cara pengobatan :
a. Pengobatan untuk penderita aktif selama 6
bualan, dilakukan dua tahap yaitu:
-
Tahap
awal : obat diminum tiap hari, lama pengobatan 2 tahun 3 bulan tergantung berat
ringannya penyakit.
-
Obat
lanjutan : diminum 3 kali seminggu lama pengobatan 4 atau 5 bulan tergantung
berat ringannya penyakit.
b. Pengobatan untuk penderita kambuhan atau
gagal pada pengobatan pertama yang dilakukan selama 8 bulan, yaitu :
-
Obat
diminum setiap hari selama 3 bulan
-
Suntikan
Streptomicyn setiap hari selama 2 bulan
-
Obat
diminum 3 kali seminggu selama 5 bulan
(Depkes RI, 2001).
Untuk keberhasilan
pengobatan, oleh badan kesehatan dunia (WHO) dilakukan strategi DOTS (Dyrecly
Observed Treatment Shortcourse). Strategi ini merupakan yang paling efektif
untuk mengontrol pengobatan tuberkulosis (www.sinarharapan.com).
Lima langkah
strategi DOTS adalah dukungan dari semua kalangan, semua orang yang batuk dalam
tiga minggu harus diperiksa dahaknya, harus ada obat yang disiapkan oleh
pemerintah, pengobatan harus dipantau selama enam bulan oleh Pengawas Minum
Obat dan ada sistem pencatatan/pelaporan.
2. Perawatan bagi penderita TBC
Perawatan yang
harus dilakukan pada penderita tuberkulosis adalah :
-
Awasi penderita minum obat, yang paling
berperan disini adalah orang terdekat penderita yaitu keluarga.
-
Mengetahui
adanya gejala samping obat dan rujuk bila diperlukan.
-
Mencukupi
kebutuhan gizi yang seimbang penderita.
-
Istirahat
teratur minimal 8 jam perhari.
-
Mengingatkan
penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima, dan keenam.
-
Menciptakan
lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik (Pepkes RI,1998)
3. Pencegahan penularan TBC
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
adalah :
-
Menutup
mulut bila batuk.
-
Membuang
dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah tertutup yang diberi
lysol 5% atau kaleng yang berisi pasir 1/3 dan diberi lysol.
-
Makan
makanan bergizi.
-
Memisahkan
alat makan dan minum bekas penderita.
-
Memperhatikan
lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik.
-
Untuk
bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI,1998)
DAFTAR PUSTAKA
Carpenitto,
L.J.(2000). Buku
Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa, Monica Ester. Ed.8.Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth.J. (2000). Buku Saku Patofisiologi.
Alih bahasa, Brahm.U.Pendit. Jakarta
: EGC.
Danusantoso,
Halim.(2000). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru.Jakarta : Hipokrates.
Depkes RI. (1998).
Perawatan Kesehatan Masyarakat : Anduan Asuhan Keluarga dengan Kasus TB
Paru, Kusta, Ibu Hamil Beresiko, Ibu Hamil Preeklamsi, Ibu Hamil Anemia, Balita
KEP, Neonatal BBLR, Neonatal Beresiko, Tetanus Neonatorum.Jakarta : Depkes
RI.
Depkes RI. (1998).Buku
Pedoman Kader Kesehatan Paru. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. (2001).Panduan
Pengawas Menelan Obat TBC. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. Indonesia
Peringkat Ketiga Penderita TBC (online). Tersedia di: http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&taks=viewarticle&sid=407&itemid=2.
(23 Juli 2005).
Erawati. Indonesia
Peringkat Ketiga Penderita TBC (online). Tersedia di: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/24/jateng/indo26.htm.
( 23 Juli 2005).
Long, C. Barbara.
(1996). Perawatan Medikal Bedah 2. Terjemahan Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan. Bandung : Yayasan IAPK Pajajaran.
Mahmoedin,
Saharawati. Batuk Darah Tak Perlu Ditakuti (online). Tersedia di : http://www.tempointeraktif.com/2005/07/08/brk.20050708-62609.id.html. (23 Juli 2005).
Rosjid, Imron. TBC (online). Tersedia di: http://www.nusaindah.tripod.com
/kestbc.htm. (23 Juli 2005).
Smeltzer, Suzanne.
C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah – Brunner&Suddart.
Alih Bahasa Agung Waluyo. Ed.8. Jakarta : EGC.
Soeparman, et.all.
(1999). Ilmu Penyakit Dalam. Ed.3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar